Subramaniam Anbanathan – Anggota Bidang Pengembangan, Asosiasi GRC Indonesia
Salah satu elemen utama dalam kerangka GRC (Governance, Risk, Compliance) adalah Tata Kelola, dimana pemberdayaannya diejawantahkan dalam bentuk kebijakan. Melalui serangkaian kajian konseptual, ditemukan bahwa kebijakan merefleksikan niat dan arah untuk menciptakan nilai berbasis pada profesionalisme dan integritas. Di samping itu, keberadaan kebijakan di organisasi bertujuan untuk memastikan optimalisasi strategi yang telah ditetapkan organisasi. Tingkat penerapan strategi dapat dimulai dari strategi korporasi/perusahaan induk, strategi bisnis dan/atau perusahaan anak (termasuk turunannya), strategi fungsional dan strategi operasi. Atas struktur penerapan strategi yang berjenjang tersebut, maka dibutuhkan penetapan kebijakan yang mampu mengoptimalkan keberfungsian strategi tersebut. Cakupan penetapan kebijakan disesuaikan dengan cakupan portofolio bisnis yang dimiliki organisasi dan hal ini perlu diselaraskan dengan lingkup bisnis, keluaran yang dihasilkan dan aplikasinya, termasuk konteks yang dapat mempengaruhi faktor kesuksesannya (Thomson et al., 2022). Diagram-1 mengilustrasikan struktur dan keterkaitan antara strategi dan kebijakan dalam sebuah portofolio bisnis yang memiliki keberagaman entitas.
Diagram-1: Struktur dan Keterkaitan Antara Strategi dan Kebijakan
Perusahaan korporasi/induk atau sering juga disebut sebagai parent memiliki fungsi sentral yang menghubungkan pemegang saham dengan entitas yang ada di dalam portofolionya. Upaya untuk merealisasikan aspirasi pemegang saham dalam mencapai tujuan organisasi diawali dengan pemetaan strategi organisasi yang berasal dari berbagai perspektif yang selanjutnya diejawantahkan ke dalam program kerja, termasuk penetapan metrik kinerja yang terukur. Pencapaian tujuan organisasi tidak terlepas dari kebutuhan untuk menciptakan nilai yang dapat diwujudkan di setiap aktivitas guna merealisasikan proposisi nilai yang sesuai dengan profil pengguna produk atau jasa yang dihasilkan (Osterwalder & Pigneur, 2010). Kualitas penciptaan nilai membutuhkan strategi yang tangguh, namun keandalan penciptaan nilai membutuhkan sinkronisasi antara berbagai jenis dan tingkat strategi relatif terhadap kebijakan. Aliran penciptaan nilai (value stream) yang berkualitas dan andal menempatkan peran kebijakan sebagai salah satu aspek yang membutuhkan pemahaman dan kapabilitas yang memadai untuk mendesain dan menerapkannya.
Sesuai dengan keberfungsiannya, kebijakan dapat diuraikan sesuai dengan perannya terhadap tingkatan strategi (Lafley & Martin, 2013), yakni:
- Kebijakan Korporasi
Kebijakan ini dikelola oleh pihak yang miliki otoritas tertinggi di organisasi (governing body), termasuk jajaran di tingkat komite untuk memastikan optimalisasi dan keefektifan aktivitas di tingkat korporasi. Fokus utamanya adalah where to play atau bagaimana memilih domain bisnis yang tepat. Orientasinya ditujukan pada upaya untuk merealisasikan keunggulan korporasi melalui kehadiran entitas yang ada di dalam portofolio bisnis;
- Kebijakan Bisnis
Kebijakan ini dikelola oleh pihak yang memiliki tanggung jawab yang spesifik terhadap lingkup bisnis/usaha serta memastikan optimalisasi dan keefektifan aktivitas di tingkat bisnis. Fokus utamanya adalah how to win atau “bagaimana cara menjadi pemenang”. Orientasinya ditujukan pada upaya untuk merealisasikan keunggulan bersaing di setiap lingkup bisnis, produk dan aplikasinya;
- Kebijakan Fungsional
Kebijakan ini dikelola oleh pihak yang memiliki tanggung jawab terkait aktivitas di fungsi manajemen dan pendukung yang spesifik, misalnya kebijakan di aktivitas fungsi kinerja, pengelolaan risiko, keuangan, pemeliharaan, kepatuhan, dll. Fokus utamanya adalah how to support atau bagaimana cara untuk mendukung. Orientasinya ditujukan pada upaya untuk merealisasikan aktivitas yang mampu mendorong penciptaan nilai di setiap lingkup bisnis, produk dan aplikasinya;
- Kebijakan Operasi
Kebijakan ini dikelola oleh pihak yang memiliki tanggung jawab terkait aktivitas di tingkat operasi di setiap kegiatan fungsional melalui optimalisasi strategi operasi yang terintegrasi dengan keseluruhan proses bisnis, organisasi misalnya kebijakan penyediaan sumber daya, infrastruktur, integrasi manajemen sistem dan fungsi asuran. Fokus utamanya adalah how to coordinate atau bagaimana cara untuk berkoordinasi. aktivitas di setiap lingkup bisnis, produk dan aplikasinya. Orientasinya ditujukan pada upaya untuk merealisasikan proses penciptaan nilai yang berbasis pada pencapaian tujuan bersama (goal congruent).
Penetapan kebijakan telah mengalami evolusi yang luar biasa seiring dengan disrupsi era kenormalan baru dan potensi susulannya. Kondisi ini menuntut ketersediaan kerangka kerja penyusunan kebijakan yang holistik, pragmatis dan terpadu. Atas uraian tersebut, diperlukan pertimbangan terhadap aspek apa saja yang sangat mempengaruhi tahapan proses dalam menetapkan kebijakan. Ada 5 (lima) tahap utama yang dapat dijadikan acuan dasar untuk mengelola kebijakan (Vidoni et al., 2021). Sistematika tahapannya dapat dilihat di Diagram-2 berikut ini:
Diagram-2: Ilustrasi dan Tahap Pengelolaan Kebijakan
Uraian dari tahap penetapan kebijakan adalah sebagai berikut:
- Tahap Penetapan Tujuan Kebijakan
Memastikan bahwa tujuan penetapan kebijakan adalah untuk memenuhi kewajiban yang bersifat mandatori dan voluntari yang didasari oleh upaya untuk menyikapi dinamika konteks internal dan eksternal organisasi;
- Tahap Pembuatan dan Pemutakhiran Kebijakan
Melakukan pembuatan kebijakan atau memutakhirkan kebijakan yang telah dimiliki dalam upaya untuk merespon perubahan. Hal ini membutuhkan dukungan dari protokol yang mampu memindai kesesuaian antar lintas kebijakan yang telah dimiliki;
- Tahap Sosialisasi dan Konsultasi Kebijakan
Menyosialisasikan pembuatan atau pemutakhiran kebijakan dapat mendorong pemahaman dan kepedulian dalam memberdayakannya secara baik dan konsisten. Selain itu dibutuhkan mekanisme untuk melakukan perekaman terhadap kegiatan sosialisasi dan konsultasi secara bertahap dan berkelanjutan;
- Tahap Penerapan Kebijakan
Menerapkan pengendalian atas penerapan kebijakan dibutuhkan untuk memastikan optimalisasi dan keefektifannya, termasuk menemukenali potensi untuk memutakhirkannya secara berkelanjutan;
- Tahap Pengukuran dan Pemantauan Kebijakan
Mereviu keberfungsian kebijakan melalui mekanisme yang mencakup ketepatan penerapan kebijakan, kesiapan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, alat bantu dan teknik untuk mengukur keefektifan penerapannya, dll.
Tahapan pengelolaan kebijakan di atas masih perlu disesuaikan dalam menyikapi potensi disrupsi terhadap konteks organisasi yang dari waktu ke waktu dinamikanya terkesan cukup signifikan. Fenomena utamanya adalah kondisi cyclomatic complexity yang muncul di era Brittle, Anxious, Nonlinear, Incomprehensible atau BANI (Grabmeier, 2020). Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah dengan menerapkan manajemen pengetahuan (ISO 30401) yang mempersyaratkan induksi pengembangan pengetahuan di dalam kerangka pengelolaan kebijakan terkait: acquiring, applying, retaining, and updating knowledge.
Leave A Comment